PENTINGNYA PENERAPAN SISTEM PENDIDIKAN INKLUSIF


Photo Source: https://puspensos.kemsos.go.id/en/Publikasi/topic/489

 

Penulis: Fidha Setia Ardhani

12/09/2020

Mengapa Sistem Pendidikan Perlu Dibuat Inklusif? 

Pendidikan adalah milik semua orang, tanpa melihat perbedaan individu yang dimiliki, tanpa memandang latar belakang individu, bentuk fisik, dan juga keterbatasan yang dimiliki. Dalam praktek pelaksanaan pendidikan masih banyak dijumpai hal-hal yang menyebabkan anak berhenti mengenyam pendidikan. Beberapa faktor yang melatarbelakangi yaitu, kemiskinan, perbedaan individu yang menimbulkan tindakan diskriminas, serta kecacatan yang dialami. Hal-hal tersebut menyebabkan rasa kurang percaya diri bahkan merasa tertekan akan reaksi yang diberikan oleh masyarakat terhadap perbedaan yang terjadi. Masyarakat masih memiliki pemikiran yang pendek serta melontarkan kalimat-kalimat hujatan serta komentar negatif tanpa memiliki pemahaman bahwa semua orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan rasa aman dan nyaman, begitu juga hak untuk mendapat pendidikan yang layak. Dengan atmosfir pendidikan yang tidak kondusif inilah maka perlu ada suatu alternatif pendidikan yang dapat mengakomodir setiap kebutuhan anak termasuk anak-anak yang berkebutuhan khusus. Selama ini, anak- anak yang berkebutuhan khusus cenderung terisolasi dan menutup diri dari teman-teman sebayanya, mereka dipandang tidak seharusnya disetarakan dengan anak-anak normal pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus biasanya dimasukkan ke sekolah segregasi atau biasa disebut sekolah luar biasa (SLB), mereka hanya dapat bersosialisasi dengan temanteman yang memiliki jenis ketunaan yang sama ataupun kebutuhan khusus lainnya. Kondisi seperti ini memunculkan suatu gagasan untuk menghapus adanya diskriminasi pada anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka memiliki hak yang sama untuk dapat bersosialisasi dengan lingkungan yang heterogen dan juga teman-teman yang sebaya lainnya. Pendidikan inklusif tidak hanya berarti pengintegrasian anak dan remaja yang menyandang kecacatan fisik,sensori atau intelektual ke dalam sekolah reguler, atau hanya akses pendidikan bagi anak yang terkucilkan. Inklusi merupakan sebuah proses dua arah untuk meningkatkan partisipasi dalam belajar dan mengidentifikasi serta mengurangi atau menghilangkan hambatan untuk belajar dan berpartisipasi. Strategi inklusi harus berfokus pada interaksi antara anak dan lingkungannya. Setiap orang berbagi visi yang sama tentang bagaimana anak harus belajar, bekerja dan bermain bersama. Setiap orang harus yakin, bahwa pendidikan hendaknya inklusif, adil dan tidak diskriminatif. Sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual. Sosialemosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat dan berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja, anak berasal dari populasi terpencil atau yang berpindah-pindah. Anak dari kelompok etnis minoritas, linguistik atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung. 

Beberapa landasan yang memperkuat pelaksanaan pendidikan inklusif yaitu: 

1. UUD 1945 (amandemen) pasal 31 yang berisi hak dan kewajiban dalam pendidikan dan kebudayaan.

2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 

3. Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa 

4. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 Januari 2003:"Setiap kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan inklusif di sekurang -- kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, SMK 

5. Salamanca Statement and Framework for Action on Special Need Education (1994). 

Mengapa Tidak Dibuka SLB Sebanyak Mungkin, Misalnya Di Setiap Kecamatan Di Indonesia? 

Pendididikan untuk semua menuju inklusi merupakan konsekuensi dari diterbitkannya Konvensi Hak Asasi Anak, memberikan hak yang sama kepada semua anak untuk memperoleh pelayanan dan perlakuan tanpa memandang perbedaan, agama, ras, etnis, budaya, warna kulit, status ekonomi, keadaan fisik, sosio-psikologis, dan faktor-faktor lain. Sebagaimana telah tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 15 yang menyebutkan bahwa “pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah”. Dengan diterbitkan UUSPN nomor 20 tahun 2003 tersebut payung hukum pendidikan inklusif di Indonesia semakin nyata. Implementasi dari UU tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan inklusif bagi Peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Apabila anak berkebutuhan khusus hanya diperbolehkan untuk masuk di sekolah segregasi (SLB) dan tidak mendapat hak untuk mengenyam pendidikan di sekolah yang mengintegrasikan anak berkebutuhan khusus dan anak regular lainnya, hal tersebut tentu saja menyalahi hak-hak yang dimiliki dan aturan yang berlaku. Anak-anak berkebutuhan khusus akan selalu menutup diri dan tidak berbaur dengan teman-teman, masyarakat, dan lingkungan yang heterogen. Mereka tidak memiliki pengalaman berinteraksi sosial dengan teman-teman sebaya yang lain. Maka dari itu, untuk orangtua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus hendaknya lebih bijak untuk memilih opsi-opsi pendidikan yang tepat untuk anaknya. Beberapa opsi satuan pendidikan yang dapat dipilih yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Inklusif, dan Sekolah Reguler. 

Kendala yang mungkin timbul apabila SLB didirikan sebanyak-banyaknya hingga setiap kecamatan memiliki SLB adalah sebagai berikut: 

1. Kurangnya tenaga pendidik yang memiliki kualifikasi yang tepat untuk menjadi guru anak berkebutuhan khusus, karena di Indonesia sendiri jurusan Pendidikan Luar Biasa masih minim dan hanya beberapa kampus saja yang menyediakan jurusan tersebut. 

2. Anak berkebutuhan khusus akan terisolasi dari pergaulan, mereka mungkin akan menutup diri dan tidak mencoba untuk berbaur dengan teman-teman regular. 

3. Timbul polemik pro dan kontra di kalangan masyarakat untuk memasukkan anak berkebutuhan khusus di sekolah regular,inklusif, serta SLB, hal ini dikarenakan perbedaan pandangan serta pola pikir dari masyarakat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A USER REVIEW: IDN APP MEDIA BERITA TERKINI, SATU APLIKASI YANG MULTIFUNGSI

Nasabah Bijak, “Say No” To Cyber Crime

MENDIDIK ANAK DENGAN GENGGAMAN TEKNOLOGI